GATRABALI.COM, BADUNG – Desa Mengwi dan tujuh desa di kawasan Warisan Dunia Subak Catur Angga Batukaru, yakni Desa Jatiluwih, Tengkudak, Penatahan, Tegalinggah, Rejasa, Sangketan, dan Wongaya Gede melaksanakan aktivasi Penguatan Ekosistem Kebudayaan.
Program yang digelar dari 7-9 Desember 2024 ini diinisiasi Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.
Fasilitator Program untuk Kawasan Catur Angga Batukaru-Pura Taman Ayun, I Putu Ardiyasa mengatakan program tersebut bertujuan untuk melestarikan dan mengaktivasi potensi budaya subak sebagai warisan dunia UNESCO.
“Sekaligus mendorong partisipasi masyarakat dalam menjaga ekosistem tradisi agraris Bali,” ujar Ardiyasa di Kabupaten Badung, Senin, 9 Desember 2024.
Di Bali yang merupakan kawasan Warisan Dunia Subak, ada 15 desa yang terpilih. Delapan desa di kawasan Catur Angga Batukaru-Pura Taman Ayun, sedangkan tujuh lainnya adalah desa-desa di kawasan Pura Ulun Danu Batur-DAS Pakerisan.
Pada pekan lalu, aktivasi telah dilakukan kawasan Pura Ulun Danu Batur-DAS Pakerisan dengan pola bersama antara lima desa, yakni Desa Batur Utara, Batur Selatan, Batur Tengah, Sanding, dan Petak Kaja, yang kemudian berlanjut pada 9 Desember 2024 untuk Desa Kedisan dan Buahan, Kintamani.
Pada 7 Desember 2024, kegiatan dilakukan di Desa Mengwi dengan fokus pada aktivasi seni berbasis tradisi, yaitu penciptaan tari musikal Aci Tulak Tunggul yang dipadukan dengan pawai budaya gamelan Tektekan dan gebogan.
Perayaan dilanjutkan dengan penampilan tari Jelajah Pura Taman Ayun, yang menggambarkan nilai-nilai harmoni kosmis antara manusia, alam, dan roh leluhur.
Anak Agung Gede Agung, Penglingsir Puri Agung Mengwi, menyampaikan, subak dan Pura Taman Ayun bukan hanya simbol fisik, tetapi juga menjadi jiwa budaya Bali yang mengajarkan keselarasan. Aktivasi ini adalah bentuk nyata melibatkan generasi muda dalam melestarikan warisan leluhur.
Tim Ahli Kementerian Kebudayaan, Gusti Anom Astika menambahkan, penciptaan tari musikal dan pawai budaya ini mengintegrasikan konsep edukasi budaya dengan pelestarian tradisi lokal. Pihaknya erharap program ini mampu menjadi referensi nasional dalam mengelola ekosistem budaya.
Selanjutnya, pada 8-9 Desember 2024, fokus aktivasi beralih ke tujuh desa Subak Catur Angga Batukaru. Berbagai aktivitas seperti parade panen, pawai dan pentas seni, jelajah subak, lomba-lomba kreatif terkait subak, serta pendokumentasian ritual Sanghyang diadakan untuk memperkuat ekosistem tradisi agraris.
Camat Penebel, I Putu Agus Hendra Manik Astawa, M.P mengapresiasi kolaborasi lintas komunitas ini.
“Kawasan Subak Catur Angga Watu Karu adalah fondasi ekonomi sekaligus budaya kami. Melalui program ini, desa-desa tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga memperkenalkannya ke dunia,” ucapnya.
Para kepala desa di wilayah Catur Angga dan pihak adat juga mendukung kegiatan aktivasi kebudayaan subak ini. Semua komponen desa dikerahkan untuk hadir dan berkontribusi di seluruh kegiatan aktivasi di wilayah subak sehingga dapat menjadi daya tarik utama karena menghubungkan wisatawan dengan proses budaya agraris Bali.
Pihak Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV juga menyoroti pentingnya dokumentasi ritual Sanghyang sebagai langkah strategis menjaga nilai-nilai sakral budaya yang didistribusikan sebagai sumber pengetahuan berbasis budaya lokal.
Kegiatan ini melibatkan kurang lebih 1.500 orang di delapan desa, baik dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa dan lansia, termasuk dari komunitas budaya di wilayah Mengwi dan Penebel. (ism/gb)