GATRABALI.COM, BULELENG – Nyepi Tahun Baru Saka 1947 yang jatuh pada 29 Maret 2025 bertepatan dengan Saniscara Kliwon Wuku Wariga, yang juga dikenal sebagai Tumpek Wariga. Momen ini memberikan makna mendalam bagi umat Hindu, karena menandai refleksi spiritual yang menyatukan kesejahteraan manusia dengan keseimbangan alam.
Penyuluh Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Kabupaten Buleleng, I Kadek Satria, menekankan bahwa pertemuan antara Hari Suci Nyepi dan Tumpek Wariga memiliki nilai filosofis yang mendalam.
“Hari suci yang bersamaan ini memberikan landasan pemikiran bahwa Tumpek Wariga merupakan pemujaan terhadap tumbuh-tumbuhan sebagai persiapan menuju Galungan, sementara Nyepi adalah momentum refleksi terhadap tiga kekuatan alam dalam proses penciptaan, pemeliharaan, dan peleburan,” ujarnya, Kamis, 27 Maret 2025.
Menurutnya, Nyepi bukan sekadar perayaan Tahun Baru Saka, tetapi juga kesempatan bagi umat Hindu untuk kembali pada keseimbangan diri. Refleksi atas pikiran, perkataan, dan perbuatan menjadi dasar utama dalam mencapai keharmonisan hidup.
“Kemenangan sejati bukan hanya dalam aspek duniawi, tetapi juga dalam kesempurnaan rohani. Dengan keseimbangan dan keharmonisan, kemenangan Dharma akan tercapai,” tambahnya.
Kadek Satria juga menjelaskan bahwa dalam siklus perhitungan kalender Hindu, terdapat pertemuan antara perhitungan wuku (210 hari) dan perhitungan sasih (365-366 hari) yang dapat menyebabkan hari suci tertentu bersamaan. Hal ini merupakan momen langka yang memiliki makna mendalam bagi umat Hindu.
Sebagai bentuk perayaan Nyepi, umat Hindu menjalankan Catur Brata Penyepian, yang meliputi amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang). Dalam kesunyian ini, umat diharapkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, melakukan semadhi, serta merenungi makna kehidupan.
Selain itu, ritual pemelastian juga menjadi bagian penting dalam rangkaian perayaan Nyepi. Upacara penyucian ini dilakukan dengan membawa Ida Bhatara ke sumber air, yang secara simbolis melambangkan kesucian dan siklus kehidupan.
“Bukan tanpa alasan Nyepi dan Tumpek Wariga bertemu dalam satu waktu. Ini adalah pesan dari alam bahwa keseimbangan antara manusia dan lingkungan harus senantiasa dijaga. Dengan menjalankan ajaran agama dengan baik, umat Hindu diharapkan dapat menerapkan nilai-nilai kehidupan yang penuh ketulusan dan keikhlasan,” pungkasnya.(adv/gb)