GATRABALI.com, BULELENG – Penyuluh Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Kabupaten Buleleng, Kadek Satria, menegaskan bahwa tindakan ulah pati atau bunuh diri merupakan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Hindu.
Menurutnya, kehidupan manusia merupakan kesempatan suci untuk menyucikan roh (atma) melalui perbuatan baik, bukan untuk diakhiri secara tragis.
“Dalam ajaran Hindu, atma bersifat kekal. Kematian bukanlah akhir, melainkan tahapan menuju kelahiran kembali atau moksha, tergantung pada karma masing-masing. Maka, ulah pati tidak dibenarkan karena memutus proses alami penyucian diri,” ungkap Kadek Satria saat dikonfirmasi, Jumat, 4 April 2025.
Ia menjelaskan bahwa dunia ini adalah wadah bagi manusia untuk menjalani subha karma (perbuatan baik) dan menjauhi asubha karma (perbuatan buruk). Ketika seseorang memilih jalan pintas dengan bunuh diri, maka ia dianggap melanggar dharma kehidupan.
Kadek Satria mengutip ajaran dalam Bhagavad-Gita yang menguraikan dua jalur perjalanan roh setelah kematian, yaitu Uttarayana (jalur terang) dan Daksinayana (jalur gelap). Roh yang hidup dalam kebajikan akan menempuh jalur terang, sementara roh yang dibelenggu karma buruk akan menempuh jalur gelap.
“Bahkan dalam Parasara Dharmasastra disebutkan, roh orang yang bunuh diri akan terperangkap dalam alam kegelapan selama 60 ribu tahun. Sedangkan Lontar Yama Purwa Tattwa Atma mengatur bahwa jenazah korban bunuh diri harus dikubur terlebih dahulu dan baru boleh diaben setelah lima tahun,” jelasnya.
Kadek Satria juga menekankan bahwa ulah pati tidak hanya berdampak pada pelaku, tetapi juga meninggalkan luka mendalam bagi keluarga dan masyarakat.
“Ini bukan solusi, justru menambah beban batin bagi orang-orang terdekat,” ujarnya.
Ia pun mengajak masyarakat untuk lebih membuka diri dan mencari pertolongan ketika menghadapi tekanan hidup.
“Semoga pemahaman ini bisa menjadi pegangan agar kita semua lebih kuat secara spiritual dan tidak mudah putus asa,” pungkasnya.(adv/gb)