GATRABALI.COM, JEMBRANA – Lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Jembrana dalam triwulan pertama tahun 2025 memicu keprihatinan mendalam dari Pemerintah Kabupaten Jembrana.
Dari Januari hingga Maret 2025, tercatat 15 kasus kekerasan yang dilaporkan, mencakup berbagai bentuk, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga hingga kekerasan seksual dan penelantaran anak.
Rinciannya, terdapat tiga kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), enam kasus kekerasan seksual, tiga kasus kekerasan fisik, satu kasus kriminal, dan dua kasus penelantaran anak. Menyikapi situasi tersebut, Pemkab Jembrana menggelar sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada Selasa, 29 April 2025 di ruang rapat lantai II Jimbarwana.
Kegiatan tersebut dibuka langsung oleh Bupati Jembrana, I Made Kembang Hartawan. Dalam sambutannya, Bupati menekankan pentingnya kerja bersama seluruh elemen masyarakat untuk menghentikan kekerasan yang masih menjadi realita di lingkungan sekitar.
“Angka ini bukan hanya statistik. Ini adalah panggilan moral bagi kita semua untuk bertindak. Kita tidak bisa diam melihat kekerasan terjadi, apalagi terhadap perempuan dan anak yang seharusnya mendapat perlindungan maksimal,” tegas Kembang Hartawan.
Ia menambahkan, upaya ini sejalan dengan visi pembangunan sumber daya manusia dan kesetaraan gender yang tengah didorong oleh pemerintah pusat. Keluarga, menurutnya, harus menjadi tempat yang aman dan nyaman, terutama bagi anak-anak.
Lebih lanjut, Bupati mendorong para ibu agar lebih memahami jenis-jenis kekerasan dan bahaya perdagangan orang.
“Dengan pengetahuan dan keterampilan yang tepat, para ibu dapat menjadi garda terdepan dalam melindungi anak dan keluarga,” ucapnya.
Senada dengan hal itu, Kepala Dinas PPPA-PPKB Jembrana, Ni Kade Ari Sugianti, menjelaskan bahwa sosialisasi ini dirancang untuk meningkatkan pemahaman publik terhadap bentuk-bentuk kekerasan serta cara pelaporannya.
“Tujuan utama kegiatan ini adalah memberikan informasi menyeluruh terkait perlindungan korban serta membangun sistem yang tanggap terhadap kekerasan,” kata Ari Sugianti.
Ia menekankan perlunya sinergi lintas sektor pemerintah daerah, LSM, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih aman dan inklusif. Perubahan norma sosial dan budaya juga menjadi bagian penting dari pendekatan ini.
“Kami berkomitmen untuk terus mendorong terciptanya masyarakat yang menjunjung kesetaraan gender dan bebas dari segala bentuk kekerasan,” tandasnya.
Langkah-langkah ini diharapkan menjadi titik awal dalam menekan angka kekerasan dan menciptakan Jembrana yang lebih ramah bagi perempuan dan anak.(gus/gb)