GATRABALI.COM, GIANYAR – Pelaku usaha Spa & Wellness di Bali menempuh langkah intelektual dengan menggelar seminar nasional bertajuk “Implementasi Undang-Undang No 1 Tahun 2022 Dampak bagi Pelaku Usaha Spa”.
Langkah ini mendapat apresiasi dan dukungan dari Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Indra, sebagai bentuk respon terhadap pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKP3D).
Seminar yang dilaksanakan di The Royal Pita Maha Ubud pada Rabu, 31 Januari 2024, membahas dampak pemberlakuan UU HKP3D terhadap pelaku usaha Spa di Bali. Sekda Dewa Indra menyatakan bahwa Pemprov Bali mencermati aspirasi dan wacana yang berkembang di ruang publik terkait polemik ini.
“Mencermati wacana yang berkembang, kami merumuskan dua isu. Pertama, penempatan Spa pada kelompok jasa hiburan tertentu yang dinilai tidak tepat. Isu kedua adalah pengenaan tarif pajak terlalu tinggi,” ujar Dewa Indra.
Pemprov Bali dan industri pariwisata telah melakukan langkah strategis melalui pertemuan bersama pemerintah kabupaten/kota pada 26 Januari 2024. Mereka sepakat untuk tidak memberlakukan pengenaan pajak 40% – 75% persen, dengan menggunakan instrumen kebijakan pemberian insentif fiskal.
Sekda Dewa Indra menghormati langkah pelaku usaha yang mengajukan judicial review dan menyelenggarakan seminar sebagai bentuk jalur intelektual.
“Seminar ini merupakan jalur intelektual. Silahkan mengemukakan fakta sesuai dengan penalaran masing-masing. Rundingkan hal-hal yang dapat menguatkan upaya judicial review. Ini merupakan jalan terhormat yang patut diapresiasi,” paparnya.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Salahuddin Uno, sebagai pembicara kunci dalam seminar, menegaskan bahwa pemerintah mendengar dan merespon tuntutan para pelaku usaha Spa.
Ia mengakui bahwa polemik terjadi karena Spa masuk kelompok jasa hiburan tertentu yang dikenakan pajak tinggi, meskipun dalam regulasi seperti Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2021, Spa masuk kategori wellness tourism.
Ketua PHRI BPD Provinsi Bali, Prof. Tjok Oka Sukawati, menyoroti bahwa dalam UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata, Spa tidak masuk kategori hiburan.
Ia berharap langkah judicial review yang diambil pelaku usaha Spa segera membuahkan hasil, sambil mengucapkan terima kasih kepada pemerintah pusat dan daerah yang merespon aspirasi pelaku usaha Spa.
Seminar ini melibatkan pelaku usaha Spa & Wellness dari Bali, Yogyakarta, Lombok, dan sejumlah daerah. Hasil dari seminar ini diharapkan dapat memperkuat proses judicial review yang tengah ditempuh oleh pelaku usaha Spa & Wellness di Indonesia. (yud/gb)