GATRABALI.COM, DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan tidak membutuhkan kehadiran organisasi kemasyarakatan (ormas) yang berkedok menjaga keamanan, ketertiban, dan sosial dengan tindakan premanisme, tindak kekerasan, dan intimidasi masyarakat, sehingga menimbulkan ketegangan di tengah-tengah masyarakat Bali yang sudah sangat kondusif.
“Kehadiran ormas seperti ini justru akan merusak citra pariwisata Bali, yang dikenal sebagai destinasi wisata dunia yang paling aman dan nyaman dikunjungi,” kata Koster saat memberikan keterangan kepada para awak media dalam konferensi pers di depan Gedung Gajah, Jayasabha di Denpasar, pada Senin, 12 Mei 2025.
Koster mengatakan penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di Bali sudah ditangani oleh lembaga negara yaitu Kepolisian dan TNI. Selain itu, Bali telah memiliki Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (SIPANDU BERADAT) dan Bantuan Keamanan Desa Adat (BANKAMDA), terdiri dari unsur Pacalang, Linmas, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa.
“Dengan dua institusi tersebut, yaitu oleh negara dan lembaga berbasis adat,penanganan keamanan dan ketertiban di wilayah desa adat se-Bali sudah terbukti sangat memadai, bahkan mampu menangani keamanan kegiatan-kegiatan berskala internasional di Bali, yang diselenggarakan sejak dahulu sampai saat ini, bahkan sampai ke-depan sepanjang zaman,” ucapnya.
Gubernur Bali saat memberikan keterangan bersama Ketua DPRD Provinsi Bali, Pangdam IX/Udayana, Kepala Kepolisian Daerah Bali, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar, Komandan Korem 163/ Wira Satya, dan Kepala Badan Intelijen Negara Daerah Bali sepakat mengambil sikap untuk menindak dengan tegas ormas yang melakukan tindakan premanisme dan kriminalitas, serta meresahkan masyarakat.
“Tindakan tegas tersebut sangat diperlukan dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat Bali yang tertata, tertib, aman, nyaman, damai, sejahtera, dan bahagia, serta mewujudkan kepariwisataan Bali yang berbasis berbudaya, berkualitas, dan bermartabat,” ujarnya.
Sampai saat ini, kata Koster, di Provinsi Bali sudah terdaftar sebanyak 298 ormas yang telah mendapat Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Sejumlah ormas tersebut bergerak di bidang sosial, kemanusiaan, kepemudaan, kebudayaan, lingkungan, dan kebangsaan.
“Gubernur Bali sebagai kepala daerah, yang merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah memiliki kewenangan untuk tidak menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) ormas, dengan pertimbangan kondisi di wilayah Provinsi Bali,” ucapnya.
Keberadaan ormas secara khusus diatur dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Dalam pasal 8 ayat (2) dan pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016, mengatur bahwa pengurus ormas yang ada di daerah wajib melaporkan keberadaan kepengurusannya kepada pemerintah daerah setempat melalui perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Ormas di Bali yang belum atau tidak melakukan kewajiban sebagaimana diatur dalam peraturan dimaksud, ormas belum diakui keberadaannya dan tidak dapat melakukan kegiatan operasional di wilayah Bali.
“Saya sangat mengapresiasi, menyambut baik, dan mendukung penuh aspirasi masyarakat Bali yang menolak munculnya ormas yang terindikasi melakukan tindakan premanisme dan kriminalitas, serta meresahkan di Gumi Bali,” ujarnya.
Koster mengajak seluruh komponen masyarakat Bali untuk guyub, kompak, bersatu padu, bahu-membahu, bersama-sama, dan bergotongroyong membangun Bali niskala-sakala dengan menjaga keamanan, ketentraman, dan ketertiban, serta kenyamanan setiap orang di Bali berlandaskan nilai-nilai kearifan lokal Bali.(ism/gb)